Thursday, October 10, 2013

Posted by Unknown | File under : , ,


1. Kondisi Geografi
a. Letak Geografis
Pulau Buru (9.599 Km2), yang memiliki panjang (140 km) dan lebar (90 km) dengan puncak bukit/gunung tertingginya adalah Kan Palatmada (2.429 m). Terdapat 3 (tiga) blok pegunungan yang masing-masing dipisahkan oleh struktur kelurusan lembah. Pada bagian barat tapak Kan Palatmada dengan ketinggian diatas 2000 m, dimana dibatasi oleh lembah depresi Sungai Nibe-Danau Rana dan Sungai Wala. Pada blok tengah dengan ketinggian diatas 1000 m yang dibentuk oleh Teluk Kayeli dan Lembah Apu, sedangkan blok selatan dibentuk oleh Lembah Kalua dengan Gunung Batabual (1.731 m). Kabupaten Buru terletak antara 2º25’ - 3º55’ Lintang Selatan dan 125º70’ - 127º21’ Bujur Timur.
               b. Luas Wilayah
Kabupaten Buru sebelum pemekaran Buru Selatan memiliki luas wilayah 12.655,58 Km2 dengan 10 (sepuluh) kecamatan dan 106 (seratus enam) desa. Setelah pemekaran Buru Selatan pada tahun 2008, luas wilayah Kabupaten Buru menjadi 7.595,58 Km² (69,42 % luas pulau buru), dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Seram
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Buru Selatan
- Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Buru
- Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Manipa
Tabel I.1.
Luas Wilayah Kabupaten Buru dirinci Menurut Kecamatan
No.
Kecamatan
Luas (Km2)
Persentase Terhadap Luas Kabupaten
1
2
3
4
1.
2.
3.
4.
5.
Namlea
Airbuaya
Waeapo
Waplau
Batabual
951,15
4.534,00
1.232,60
585,23
292,60
12,52
59,69
16,23
7,70
3,85

Jumlah
7.595,58
100,00
Sumber : Buru Dalam Angka
Secara administrasi, Kabupaten Buru setelah pemekaran Buru Selatan, terdiri dari 5 (lima) kecamatan dan sampai dengan tahun 2011 jumlah desa sebanyak 81 (delapan puluh satu) desa, yaitu :
Tabel I.2.
Jumlah Kecamatan, Desa dan Dusun
di Kabupaten Buru
No.
Kecamatan
Jumlah Desa
Jumlah Dusun
1
2
3
4
1.
2.
3.
4.
5.
Namlea
Air Buaya
Waeapo
Waplau
Batabual
12
23
31
10
5
8
29
56
5
5

Jumlah
81
103
Sumber : Bagian Pemerintahan Setda Kabupaten Buru
c. Fisiografi dan Topografi Wilayah
Bentuk wilayah Kabupaten Buru dikelompokkan berdasarkan pendekatan fisiografi (makro relief), yaitu dataran, pantai, perbukitan dan pegunungan termasuk didalamnya dataran tinggi (plateau / pedmont) dengan kelerengan yang bervariasi. Kabupaten Buru didominasi oleh kawasan pegunungan dengan elevasi rendah berlereng agak curam dengan kemiringan lereng > 40% yang meliputi luas 15,43% dari keseluruhan luas daerah ini. Jenis kelerengan lain yang mendominasi kawasan ini adalah elevasi rendah berlereng bergelombang dan agak curam serta elevasi sedang berlereng bergelombang dan agak curam dengan penyebaran lereng di bagian Utara dan Barat rata-rata berlereng curam terutama di sekitar Gunung Kepala Madan. Sedangkan di Bagian Timur terutama di sekitar Sungai Waeapo merupakan daerah elevasi rendah dengan jenis lereng landai sampai agak curam.
Kabupaten Buru merupakan salah satu kawasan di luar busur banda (jalur gunung api) dengan formasi geologi bervariasi antara batuan sedimen dan metamorfik. Dalam peta sketsa Pulau Buru dan Seram, diuraikan bahwa secara umum ditemukan 3 (tiga) material utama penyusun Pulau Buru. Tiga formasi dimaksud berada pada bagian Selatan, Utara dan formasi disposisi di bagian Timur Laut, yang masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut :
- Batuan sedimen di bagian selatan yang kebanyakan dijumpai pada tempat-tempat dengan permukaan air yang dangkal.
- Batuan metamorfik yang mirip dengan tipe batuan benua yang meliputi filit, batu sabak, sekis, arkose serta greywacke meta yang dominan berada pada bagian Utara Pulau Buru.
- Endapan batuan sedimen berumur neogen bagian atas ditemukan pada bagian Timur Laut sekitar kawasan Waeapu tersusun dari endapan aluvium dan kolovium berupa bongkahan, kerikil, lanau, konglomerat, lumpur dan gambur. Sedangkan di sepanjang pantai Utara terdapat jalur endapan pantai dan aluvio-kolovium yang diselingi dengan terumbu karang angkatan (uplifted coral reef).
d. Geomorfologi dan Hidrogeologi
Kondisi geomorfologi Pulau Buru dan pulau-pulau kecil lainnya yang termasuk kedalam Kabupaten Buru dikontrol oleh geologi regional Provinsi Maluku, dimana wilayah ini merupakan ujung barat busur kepulauan non magmatik dari lingkaran sirkam pasifik. Oleh karena itu, Kepulauan Buru dapat dikelompokan kedalam beberapa satuan geomorfologi, sebagai berikut :
- Satuan geomorfologi perbukitan / pegunungan lipatan patahan yang menempati wilayah bagian tengah Kabupaten Buru;
- Satuan geomorfologi pegunungan homoklin yang meliputi wilayah Bagian Utara dan Selatan Kepulauan Buru;
- Satuan geomorfologi lembah dan bataran sungai yang mengikuti lembah sungai-sungai besar juga menjadi wilayah permukiman.
Kondisi hidrogeologi Pulau Buru dan pulau-pulau kecil lainnya yang termasuk dalam Kabupaten Buru adalah sebagai berikut :
a) Pola Aliran Sungai
Sebagaimana telah dijelaskan didepan, sungai sebagai unsur geografi yang ada di Kabupaten Buru (28 sungai) mempunyai pola aliran ; dendritik (menurun), paralell, trellis, rektanguler dan radier mengalir menuju pantai kontrol oleh struktur geologi (patahan, ekahan dan sistem perlipatan batuan) yang terdapat di wilayah ini. Tingkat kerapatan sungai sangat intensif, dimana hampir seluruh wilayah Kabupaten Buru tertutup oleh pola aliran sungai baik yang bersifat permanen maupun intermittent.
Berdasarkan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), maka kondisi pola aliran sungai dapat dibagi kedalam 4 (empat) arah aliran sungai, yaitu :
- DAS Air Buaya yang mengalir kearah utara dengan tingkat kecepatan sedang;
- DAS Namlea yang mengalir kearah timur dengan tingkat kecepatan tinggi – sangat tinggi;
- DAS Leksula yang mengalir kearah selatan dengan tingkat kecepatan sedang – tinggi;
- DAS Labuan Leko yang mengalir kearah barat dengan tingkat kecepatan rendah – sedang.
b). Zona Air Tanah
Dari kondisi tersebut di atas dan didukung oleh kontrol batuan dan struktur geologi, maka secara umum neraca air tanah menunjukkan terdapat 2 (dua) zona air tanah, yaitu :
- Zona air tanah rendah, yang pada umumnya menempati punggung pemisah air morfologi (morphological water devided) sebagai pemisah daerah tangkapan hujan (catchment area) keempat wilayah DAS tersebut diatas serta pada 2 (dua) punggung yang terdapat di selatan daerah studi.
- Zona air tanah sedang – tinggi menempati hampir seluruh wilayah studi, yang mengelilingi Pulau Buru. Kawasan ini dapat tercapai jika sistem vegetasi tetap terjaga, sehingga tingkat peresepan (recharged) dapat dipertahankan dan surface run off dapat dicegah dan diperkecil.
c). Hidro Oceanografi
Sesuai dengan kondisi geografinya Kabupaten Buru dikelilingi oleh Laut Seram di Utara dan Laut Banda di Selatan dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan sebagai kabupaten yang berada di dalam Provinsi Maluku. Oleh karena itu, pada bagian utara dan selatan berada pada posisi gapura energi gelombang yang tinggi pada musim barat maupun musim timur, dengan arus laut dari selatan yang sangat kuat pada musim timur yang berlangsung Juni sampai September.
Berdasarkan kondisi tersebut dan sesuai dengan posisi Pulau Buru yang berada di busur luar kepulauan non magmatik, maka Laut Seram di Utara dan Laut Banda di Selatan merupakan 2 (dua) palung laut dalam (samudera) yang sangat mempengaruhi wilayah ini, dengan kondisi batimetri yang sangat dalam. Disisi lain Pulau Buru memiliki potensi sumber daya perikanan yang tinggi didukung keberada
Posted by Unknown |


Pulau Buru

http://bits.wikimedia.org/static-1.22wmf17/skins/common/images/magnify-clip.png


Pulau Buru merupakan salah satu pulau besar di Kepulauan Maluku. Dengan luas 8.473,2 km², dan panjang garis pantai 427,2 km, Pulau Buru menempati urutan ketiga setelah Pulau Halmahera di Maluku Utara dan dan Pulau Seram di Maluku Tengah. Secara umum Pulau Buru berupa perbukitan dan pegunungan. Puncak tertinggi mencapai 2.736 m. Pulau ini terkenal sebagai pulau pengasingan bagi para tahanan politik pada zaman pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto.
 
Demografi
      Menurut data BPS pada tahun 1997, jumlah penduduk Pulau Buru ialah 105.222 jiwa. Pada saat itu Buru terdiri dari 3 kecamatan, yaitu Buru Utara Barat dengan ibu kota kecamatan di Air Buaya, Buru Utara Timur dengan ibu kota kecamatan di Namlea dan Buru Selatan dengan ibu kota kecamatan di Leksula. Pada waktu itu pula ketiga kecamatan di Pulau Buru masih berada dalam wilayah Kabupaten Maluku Tengah yang beribu kota di Masohi, Seram. Komposisi penduduk berdasarkan agama pada 1997: 48% Islam, 41% Kristen, dan 11% lain-lain.
      Ada beberapa kelompok etnis yang menetap di Buru: etnis asli, yakni Buru (baik di pesisir maupun di pedalaman); dan etnis pendatang, yakni Ambon, Maluku Tenggara (terutama Kei), Ambalau, Kep. Sula (terutama Sanana), Buton, Bugis, dan Jawa (terutama di daerah pemukiman transmigrasi). Tidak diketahui data mengenai komposisi penduduk berdasarkan etnis.
     Ada beberapa wilayah dataran di Pulau Buru. Dataran terluas adalah lembah Sungai Waeapo di wilayah Kecamatan Buru Utara Selatan dengan Ibu Kota Mako. Dataran Waeapo ini pada awal '70-an menjadi salah satu tempat pemukiman bagi para Tapol/Napol kasus G30S. Dan kemudian pada awal '80-an mulai dibuka untuk unit-unit pemukiman transmigrasi dan sampai sekarang menjadi lumbung padi untuk Pulau Buru.
    Selain Waeapo, Buru minim dengan dataran. Dataran yang lain umumnya sempit, dapat dijumpai di hampir sepanjang garis pantai utara bagian barat dan di hampir sepanjang garis pantai selatan bagian timur. Oleh karena itu, kecuali daerah Waeapo, daerah pemukiman padat penduduk lebih banyak di daerah pesisir. Semenjak Februari 2003, Kabupaten Buru dimekarkan dari 5 Kecamatan menjadi 10 kecamatan. Dengan demikian jumlah desa juga mengalami penambahan, dari 81 Desa menjadi 94 desa. Sementara itu jumlah Dusun ada 125 dusun .

Tabel Kecamatan Lama dan Baru Februari 2003
Kecamatan Lama
Kecamatan Baru
Jumlah Desa
Jumlah Dusun
Buru Utara Barat
8
34

8
6
Buru Utara Timur
11
9

9
5
Buru Utara Selatan
17
40

5
4
Buru Selatan Timur
7
5

8
8

7
0
Buru Selatan
14
14
5 Kecamatan
10 Kecamatan
94
125

     Seperti periode-periode sebelumnya, pemekaran ini dalam praktiknya memang menimbulkan pro dan kontra, terutama persoalan masuknya sebuah daerah desa/dusun ke dalam daerah desa/kecamatan yang lain. Misalnya, Dusun Metar, yang pada periode sebelumnya termasuk dalam wilayah Desa Grandeng Kecamatan Buru Utara Selatan, secara sepihak menolak masuk dalam wilayah Desa Lele Kecamatan Waeapo. Penolakan memang tidak dilakukan secara terbuka, tetapi menyangkut urusan administrasi, Kepala Dusun masih lebih pilih berurusan dengan Desa Grandeng.
    Akan tetapi juga, pemekaran ini merupakan jalan tengah mengenai persoalan yang sebelumnya juga muncul mengenai masuknya sebuah wilayah ke dalam wilayah kecamatan tertentu. Misalnya, pada sekitar tahun 2001–2002, terjadi pro dan kontra mengenai masuknya wilayah Namrole ke dalam wilayah Buru Selatan Timur [ibu kota kecamatan: Wamsisi]. Ada sementara dusun atau desa yang menghendaki masuk ke dalam Kecamatan Buru Selatan [ibu kota kecamatan: Leksula], akan tetapi juga ada yang menghendaki masuk ke dalam Kecamatan Buru Selatan Timur. Karena itu, pemekaran pada Februari 2003 dengan menjadikan Namrole kecamatan tersendiri, merupakan jalan tengah yang dapat ditempuh.